Karantina Perkuat Sistem Biosekuriti Nasional Lewat Analisis Risiko

Foto Berita

Bogor - Badan Karantina Indonesia (Barantin) melakukan antisipasi terhadap risiko masuknya hama dan penyakit hewan yang berbahaya dengan melakukan analisis risiko di setiap pintu pemasukan. Hal tersebut disampaikan pejabat tinggi Barantin dibidang Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, Wisnu Wasisa Putra saat memberikan pembekalan pada peserta Lokakarya Analisis Resiko di Bogor (16/11).

 

Menurut Wisnu, analisis risiko terhadap media pembawa akan memperkuat sistem biosekuriti nasional atau national biosecurity system (NBS). "Sistem Biosekuriti Nasional ini penting, apalagi kita punya sumber daya alam yang melimpah, tapi nggak bisa jalan sendiri, harus kolaborasi dengan yang lain," ungkapnya. 

 

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) istilah biosekuriti sendiri memiliki makna bahwa suatu tindakan pendekatan strategis dan terintegrasi guna menganalisis serta mengelola risiko yang relevan terhadap kehidupan dan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan serta risiko terkait untuk lingkungan.

 

Wisnu menambahkan tujuan karantina mendorong penguatan sistem biosekuriti nasional tersebut adalah untuk melindungi kekayaan alam hayati baik hewan, ikan maupun tumbuhan dari ancaman serangan biologis (bioterrorism), keamanan pangan (biosafety), mikroba berbahaya (agrocrime and agroterrorism), flora dan fauna (biosecurity/ biodiversity), dan ancaman terhadap perang biologi (biological weapon).

 

Sistem analisis risiko berada pada tahap awal sistem biosekuriti nasional, yaitu pada tahap sebelum dilakukan pemasukan (sebelum komoditas masuk ke Indonesia) atau dikenal dengan tahapan pre border. Pada tahapan tersebut dilakukan penilaian di daerah/ negara asal, juga dilakukan tindakan karantina satu lini (inline inspection) serta sistem informasi dan pelaporan pemasukan komoditas atau media pembawa ke Indonesia. Sedangkan pada tahapan pemasukan yaitu saat at border dilakukan tindakan karantina dan pengawasan. Serta tahap akhir post border yaitu setelah pemasukan ke wilayah NKRI dilakukan pemantauan dan monitoring. 

 

Selain penguatan analisis risiko pada tahap pre border, saat at border juga perlu kolaborasi dari pemangku kepentingan, agar memiliki pemahaman yang sama bahwa proses biosekuriti saat at border juga bagian penting dalam perlindungan sumber daya alam hayati Indonesia. "Nggak bisa sendiri, karena yang melakukan pengawasan di pelabuhan, bandara atau pos lintas batas tidak hanya kita, jadi sinergi ini sangat penting," papar Wisnu.

 

Hal tersebut juga selaras dengan kebijakan Kepala Barantin, Sahat M Panggabean dalam memperkuat kolaborasi dengan kementerian dan lembaga terkait serta memperkuat sistem informasi elektronik guna mendukung kelancaran arus barang dan orang, namun tetap menjaga keamanan dan menjalankan sistem biosekuriti.

 

Acara yang digelar secara berkala ini dihadiri oleh seluruh perwakilan unit kerja Barantin di bidang karantina hewan, juga dibimbing langsung oleh ahli dari IPB dan UGM, seperi Dr. Ir. Etih Sudarnika, M.Si. dan Dr. Drh. Denny Widaya Lukman, M.Si dari Divisi Kesmavet dan Epidemiologi IPB, serta Prof Dr. drh. Bambang Sumiarto, SU, MSc, Guru Besar Bidang Ilmu Kesehatan Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan UGM.

 

Wisnu berharap, dengan pelatihan kompetensi SDM terhadap analisis risiko yang dilakukan berkala tersebut, juga turut meningkatkan kemampuan, kapabilitas serta kedalaman analisis para pejabat karantina.